Viruspenyebab HIV/AIDS adalah golongan retrovirus. Setiap partikel di virus ini mengandung satu benang tunggal RNA. Setelah sel terinfeksi, maka virus ini bakalan membentuk replika RNA dan DNAnya. Seiring dengan bertambahnya replika virus dalam tubuh seseorang, jumlah sel limfosit CD4+ bakalan terus menurun.
Maka teorinya, Anda dapat saja terkena HIV dan AIDS sekaligus. Namun begitu, tidak semua pengidap HIV akan otomatis pasti memiliki AIDS di kemudian hari. Anda bisa saja mengidap HIV, tapi tidak terkena AIDS. Berkat kemajuan dalam pengobatan medis, orang yang hidup dengan HIV dapat hidup sehat panjang umuur dan berkualitas hampir sama dengan orang normal lainnya. Kebanyakan penderita penyakit Human Immunodeficiency Virus bisa berhidup selama bertahun-bertahun lamanya bahkan lebih dari 10 tahun sebelum mengalami AIDS. Namun, Anda yang terdiagnosis positif AIDS sudah pasti memiliki infeksi HIV. Maka itu, mendapatkan pengobatan yang tepat adalah kunci penting bagi orang dengan HIV agar tidak sampai mengalami AIDS. 3. Gejala HIV dan AIDS berbeda Perbedaan lain antara HIV dan AIDS yang cukup signifikan adalah gejala masing-masingnya. Ini termasuk perbedaan wujud gejala yang muncul, tingkat keparahan gejala yang dirasakan antara orang dengan HIV dan orang dengan AIDS, dan efek penyakitnya pada tubuh Anda. Infeksi HIV biasanya butuh waktu 10 tahun semenjak paparan pertamanya sampai bisa menampilkan gejala yang jelas. Itu kenapa orang yang memiliki virus HIV bisa saja tidak menyadari bahwa dirinya sudah terjangkit sampai bertahun-tahun lamanya. Berikut penjelasan lebih lengkapnya mengenai perbedaan gejala HIV dan AIDS. Gejala HIV Pada awalnya, virus HIV biasanya memunculkan gejala mirip flu biasa dalam dua sampai empat minggu setelah infeksi. Gejala yang mungkin terasa dalam minggu-minggu awal meliputi Demam Kelelahan Ruam di kulit yang tidak gatal Pembengkakan kelenjar getah bening Nyeri otot Sakit tenggorokan Berkeringat di malam hari Ada luka di sekitar mulut mirip sariawan Gejala HIV awal dapat cepat mereda karena sistem kekebalan tubuh Anda pada tahap ini masih sanggup mengendalikannya. Periode waktu ini disebut sebagai infeksi akut. Seiring waktu, jumlah virus HIV akan terus meningkat jika tidak diobati dan dapat mengarah pada periode laten. Periode laten ini dapat berlangsung hingga bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala. Gejala AIDS Ketika infeksi Human Immunodeficiency Virus sudah berlangsung lama dan berkembang menjadi AIDS, pengidap biasanya mengalami beberapa gejala khas yang lebih berat. Gejala AIDS bisa berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain dan cukup bisa diidentifikasi. AIDS memiliki gejala yang jauh lebih parah dibandingkan dengan Human Immunodeficiency Virus. Hal ini terjadi karena orang dengan AIDS biasanya memiliki jumlah sel CD4 atau sel T yang menurun drastis. Tanpa sel CD4 yang cukup, tubuh akan mengalami kesulitan untuk melawan penyakit. Akibatnya, Anda akan lebih mudah sakit terserang infeksi bahkan untuk infeksi yang biasanya tidak membuat Anda sakit. AIDS biasanya menyerang ketika seseorang telah terinfeksi HIV selama 10 tahun dan tanpa mendapatkan perawatan. Adapun berbagai gejala yang biasanya muncul ketika Anda terjangkit AIDS, yaitu Sariawan, adanya lapisan putih tebal di lidah atau mulut akibat infeksi jamur Sakit tenggorokan Penyakit radang panggul kronis Rentan terserang infeksi jenis apa pun Merasa sangat lelah dan pusing Sering sakit kepala Berat badan menurun drastis dalam waktu cepat tanpa sebab yang jelas Lebih mudah mengalami memar Sering mengalami diare, demam, dan keringat di malam hari Kelenjar getah bening yang bengkak di tenggorokan, ketiak, atau selangkangan Sering mengalami batuk kering yang cukup lama Sesak napas Perdarahan dari mulut, hidung, anus, atau vagina Ruam kulit Mati rasa di tangan atau kaki Kehilangan kendali otot dan refleks Mengalami kelumpuhan 6. Perbedaan cara diagnosis HIV dan AIDS Selain dari identifikasi gejala, perbedaan HIV dan AIDS juga ditentukan berdasarkan cara dan hasil diagnosis medis yang dilakukan. Cara diagnosis HIV Ketika terinfeksi HIV, sistem kekebalan tubuh Anda menghasilkan antibodi khusus yang melawan virus tersebut. Untuk memeriksanya, dokter dapat menganjurkan tes darah atau air liur untuk mendeteksi antibodi virus HIV dan apa Anda telah terinfeksi atau belum. Meski demikian, tes tersebut hanya efektif untuk beberapa minggu setelah infeksi. Tes lainnya bertujuan mencari antigen yang merupakan protein hasil produksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV hanya beberapa hari setelah infeksi. Kedua tes ini sama-sama akurat dan mudah untuk dijalankan. Cara diagnosis AIDS Sementara itu, cara diagnosis AIDS berbeda. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan kapan infeksi HIV laten dalam tubuh telah berubah menjadi AIDS. Misalnya, berapa banyak jumlah sel CD4 yang tersisa dalam tubuh. Seseorang yang sehat dan tidak terinfeksi HIV bisa memiliki sekitar 500 sampai sel CD4 per 1 cc/1 ml darah. Ketika jumlah sel tersebut turun hingga 200 atau bahkan kurang, pengidap HIV dikatakan telah memiliki AIDS. Faktor lain yang menunjukkan keberadaan AIDS adalah kehadiran infeksi oportunistik. Pada orang sehat dengan daya tahan tubuh prima, infeksi ini tidak akan otomatis langsung membuat mereka jatuh sakit. Sementara pada orang dengan AIDS infeksi ini bisa sangat melemahkan. Itu sebabnya infeksi ini disebut “oportunistik”. 7. Perbedaan angka harapan hidup penderita HIV dan AIDS Perbedaan HIV dan AIDS juga dapat dilihat dari angka harapan hidup. Kedua penyakit tersebut sama-sama dapat memangkas angka usia pengidapnya jika terus dibiarkan tanpa pengobatan. Pada orang pengidap penyakit HIV saja, umumnya bisa hidup lebih lama sesuai kondisi kesehatannya masing-masing. Ini hanya berlaku apabila penderita HIV rutin konsumsi obat antiretroviral setiap hari untuk menonaktifkan virusnya, ya. Sedangkan pada orang dengan HIV yang telah memiliki AIDS, biasanya dapat bertahan hidup sekitar 3 tahun. Begitu Anda terjangkit infeksi oportunistik yang berbahaya, harapan hidup tanpa pengobatan turun hingga sekitar 1 tahun. Perbedaan HIV dan AIDS dari angka harapan hidup terjadi karena akan sangat sulit untuk memperbaiki kerusakan pada sistem kekebalan tubuh. Namun berkat kemajuan teknologi medis modern, harapan hidup seorang penderita AIDS saat ini jauh lebih baik dari sebelumnya. Dalam perbedaan HIV dan AIDS ini, terdapat banyak pengidap HIV yang bahkan tidak mengidap AIDS seumur hidupnya. Dikutip dari laporan Kementerian Kesehatan Indonesia, tren angka kematian akibat AIDS di Indonesia juga terbukti dilaporkan cenderung terus menurun. Angka ini mengalami penurunan dari 13,21% pada tahun 2004 menjadi 1,08% pada Desember 2017. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pengobatan HIV/AIDS yang sudah dilakukan sejauh ini berhasil mengendalikan perkembangan penyakitnya. HIV dan AIDS sama-sama tidak bisa disembuhkan Dari sekian banyak perbedaan HIV dan AIDS yang telah disebutkan, HIV dan AIDS juga punya persamaan. Persamaan keduanya adalah sama-sama tidak bisa disembuhkan. Namun, bukan berarti bahwa pengidap HIV dan AIDS tidak memiliki hak untuk hidup sehat dan bahagia, ya. Meski tidak bisa disembuhkan, ada beberapa obat yang biasanya diberikan untuk membantu mengatasi gejala dan memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS ODHA. HIV bisa diobati dengan terapi antiretroviral ART. ART membantu mengurangi jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh Anda. Biasanya obat yang satu ini direkomendasikan untuk semua orang dengan HIV, terlepas dari berapa lama ia memiliki virus tersebut di dalam tubuhnya. Selain itu, ART juga mengurangi risiko Anda untuk menularkan penyakit ini ke orang lain jika diminum sesuai dengan resep. ART biasanya diberikan dengan menggunakan kombinasi 3 obat HIV atau lebih untuk membantu menurunkan jumlah HIV di dalam tubuh. Tiap orang biasanya akan diberikan rejimen atau kombinasi obat yang berbeda sesuai kondisi tubuhnya. Jika obat yang diresepkan ini ternyata tidak memberikan efek yang signifikan, dokter akan kembali menyesuaikannya. Berdasarkan informasi dari Department of Health and Human Services, ketika seseorang terdiagnosis HIV positif maka saat itu juga ia mulai harus memulai pengobatan dengan ART. Memulai pengobatan sedini mungkin membantu memperlambat perkembangan HIV. Dengan begitu, Anda bisa tetap sehat tanpa takut kondisi akan semakin memburuk apalagi hingga terkena AIDS. Menunda pengobatan sama saja membiarkan virus merusak sistem kekebalan tubuh Anda dan meningkatkan risiko diri terkena AIDS. Untuk itu, lakukan berbagai perawatan seperti yang direkomendasikan dokter pada Anda. Hello Health Group tidak menyediakan nasihat medis, diagnosis, maupun pengobatan.
Sementaraitu, AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Virus HIV merusak sistem kekebalan tubuh dengan cara menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, maka semakin lemah sistem kekebalan tubuh. Dengan demikian penderita menjadi rentan terserang berbagai penyakit.
HIV human immunodeficiency virus adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika makin banyak sel CD4 yang hancur, daya tahan tubuh akan makin melemah sehingga rentan diserang berbagai penyakit. HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS acquired immunodeficiency syndrome. AIDS adalah stadium akhir dari infeksi HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya. Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh penderita, seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta ASI. Perlu diketahui, HIV tidak menular melalui udara, air, keringat, air mata, air liur, gigitan nyamuk, atau sentuhan fisik. HIV adalah penyakit seumur hidup. Dengan kata lain, virus HIV akan menetap di dalam tubuh penderita seumur hidupnya. Meski belum ada metode pengobatan untuk mengatasi HIV, tetapi ada obat yang bisa memperlambat perkembangan penyakit ini dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita. HIV dan AIDS di Indonesia Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, terdapat lebih dari kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, kasus HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki seks lelaki LSL atau homoseksual, pengguna NAPZA suntik penasun, dan pekerja seks. Sementara itu, jumlah penderita AIDS di Indonesia cenderung meningkat. Di tahun 2019, tercatat ada lebih dari penderita AIDS dengan angka kematian mencapai lebih dari 600 orang. Akan tetapi, dari tahun 2005 hingga 2019, angka kematian akibat AIDS di Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini menandakan pengobatan di Indonesia berhasil menurunkan angka kematian akibat AIDS. Gejala HIV dan AIDS Kebanyakan penderita mengalami flu ringan pada 2–6 minggu setelah terinfeksi HIV. Flu bisa disertai dengan gejala lain dan dapat bertahan selama 1–2 minggu. Setelah flu membaik, gejala lain mungkin tidak akan terlihat selama bertahun-tahun meski virus HIV terus merusak kekebalan tubuh penderitanya, sampai HIV berkembang ke stadium lanjut menjadi AIDS. Pada kebanyakan kasus, seseorang baru mengetahui bahwa dirinya terserang HIV setelah memeriksakan diri ke dokter akibat terkena penyakit parah yang disebabkan oleh melemahnya daya tahan tubuh. Penyakit parah yang dimaksud antara lain diare kronis, pneumonia, atau toksoplasmosis otak. Penyebab dan Faktor Risiko HIV dan AIDS Penyakit HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus atau HIV, sesuai dengan nama penyakitnya. Bila tidak diobati, HIV dapat makin memburuk dan berkembang menjadi AIDS. Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seks vaginal atau anal, penggunaan jarum suntik, dan transfusi darah. Meskipun jarang, HIV juga dapat menular dari ibu ke anak selama masa kehamilan, melahirkan, dan menyusui. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan adalah sebagai berikut Berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan pengaman Menggunakan jarum suntik bersama-sama Melakukan pekerjaan yang melibatkan kontak dengan cairan tubuh manusia tanpa menggunakan alat pengaman diri yang cukup Lakukan konsultasi ke dokter bila Anda menduga telah terpapar HIV melalui cara-cara di atas, terutama jika mengalami gejala flu dalam kurun waktu 2–6 minggu setelahnya. Pengobatan HIV dan AIDS Penderita yang telah terdiagnosis HIV harus segera mendapatkan pengobatan berupa terapi antiretroviral ARV. ARV bekerja mencegah virus HIV bertambah banyak sehingga tidak menyerang sistem kekebalan tubuh. Pencegahan HIV dan AIDS Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari dan meminimalkan penularan HIV Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah Tidak berganti-ganti pasangan seksual Menggunakan kondom saat berhubungan seksual Menghindari penggunaan narkoba, terutama jenis suntik Mendapatkan informasi yang benar terkait HIV, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya, terutama bagi anak remaja
Thehuman immunodeficiency virus (HIV) is a retrovirus whose genes are encoded with ribonucleic acid (RNA) instead of deoxyribonucleic acid (DNA). A retrovirus differs from a traditional virus in the way that it infects, replicates, and causes disease.
© Diadona Dan di masa sekarang ini yang jadi informasi penting adalah mengenai penularan virus penyebab HIV/AIDS tersebut. Minimnya pengetahuan masyarat pengenai penularan ternyata tak sebanding dengan sikap mereka terhadap para ODHA atau Orang dengan HIV/AIDS. ODHA kerap merasa dikucilkan dari masyarakat karena informasi salah kaprah mengenai penularan virus ini. Penularan virus peyebab HIV/AIDS bisa terjadi melalui Penggunaan Jarum Suntik Yaitu orang yang positif HIV/AIDS menggunakan jarum suntik kemudian digunakan oleh orang lain. Ini karena jarum, jarum suntik maupun peralatan injeksi lainnya mungkin masih terkandung darah, dimana darah dapat sebagai media penularan HIV. HIV dapat bertahan hidup dalam jarum suntik bekas pakai hingga 42 hari, tergantung pada suhu dan faktor lainnya. Jarum suntik ini nggak cuman terbatas pada kegunaan medis, melainkan bisa karena penggunaan narkoba, dan praktik lain seperti tato, sulam alis, dan lainnya, Kehamilan, Persalinan dan Menyusui Proses tersebut bisa menularkan virus HIV/AIDS dari ibu kepada anak yang dikandung atau dilahirkannya. Transfusi Darah Seiring dengan makin ketatnya skrening transfusi darah, penularan virus penyebab HIV/AIDS melalui cara ini jadi semakin jarang terjadi. Hubungan Seksual Dan ya, inilah penularan virus penyebab HIV/AIDS yang paling besar. Ini karena Virus HIV dapat ditularkan melalui cairan vagina, darah, dan lendir anal. Saat berhubungan seks tanpa kondom, cairan tubuh dari satu orang dapat masuk ke tubuh pasangan seksual mereka. Seks Anal Seks anal sendiri memiliki risiko penularan virus penyebab HIV/AIDS yang terbsar karena lapisan anus lebih lembut daripada lapisan vagina. Ini berarti lapisan tersebut mudah rusak, sehingga virus HIV lebih musah masuk ke dalam tubuh

Laporanpenelitiannya ini didasarkan dari riset yang mengidentifikasi retrovirus bernama limfadenopati. Virus tersebut kemudian disebut sebagai penyebab AIDS. Di sisi lain, dokter asal Amerika Serikat bernama Robert C Gallo juga disebut sebagai orang yang pertama kali mengetahui penyebab AIDS pada tahun 1984.

The human immunodeficiency virus HIV is a retrovirus whose genes are encoded with ribonucleic acid RNA instead of deoxyribonucleic acid DNA. A retrovirus differs from a traditional virus in the way that it infects, replicates, and causes disease. HIV is one of only two human retroviruses of its class, the other of which is human T-lymphotropic virus HTLV. Thana Prasongsin / Getty Images What Is a Retrovirus? HIV and HTLV are classified as Group IV RNA viruses of the family Retroviridae. They work by inserting their genetic material into a cell then changing its genetic structure and function in order to replicate itself. HIV is further classified as a lentivirus, a type of retrovirus that binds to a specific protein called CD4. Retroviridae viruses can infect mammals including humans and birds and are known for causing immunodeficiency disorders as well as tumors. Their defining characteristic is an enzyme called a reverse transcriptase, that transcribes RNA into DNA. Under most circumstances, cells convert DNA into RNA so it can be made into various proteins. But in retroviruses, this process happens in reverse hence the "retro" part, where the viral RNA is turned into DNA. How HIV Infects HIV differs from HTLV in that the latter is a deltaretrovirus. While both are characterized by reverse transcription, lentiviruses aggressively replicate, while deltaretroviruses have minimal active replication once an infection has been established. In order for HIV to infect other cells in the body, it goes through a seven-step life or replication cycle, resulting in turning a host cell into an HIV-generating factory. Here's what happens Binding After finding and attacking a CD4 cell, HIV attaches itself to molecules on the surface of the CD4 Once the cells are bound together, the HIV viral envelope fuses with the CD4 cell membrane, allowing HIV to enter the CD4 transcription After it makes it inside a CD4 cell, HIV releases and then uses a reverse transcriptase enzyme to convert its RNA into The reverse transcription gives the HIV the chance to enter the CD4 cell's nucleus, where, once inside, it releases another enzyme called integrase, which it uses to insert its viral DNA into the DNA of the host Now that the HIV is integrated into the host CD4 cell's DNA, it starts using the machinery already inside of the CD4 cell to create long chains of proteins, which are the building blocks for more Now, the new HIV RNA and HIV proteins manufactured by the host CD4 cell move to the surface of the cell and form immature noninfectious HIV. Budding This immature HIV—which isn't able to infect another CD4 cell—then forces its way out of the host CD4 cell. There, it releases another HIV enzyme called protease, which breaks up the long protein chains in the immature virus. In doing so, it creates the mature—and now infectious—virus, which now is ready to infect other CD4 cells. Targets for Therapy By understanding the mechanisms of replication described above, scientists are able to target and block certain stages of the HIV life cycle. By disrupting its ability to replicate, the virus population can be suppressed to undetectable levels, which is the goal of HIV antiretroviral drugs. Currently, there are nine different classes of antiretroviral drugs used to treat HIV, grouped by the stage of the life cycle they block Entry/Attachment Inhibitor What they do Bind to a protein on the outer surface of HIV, preventing HIV from entering CD4 cells. Drugs in this class Fostemsavir Post-Attachment Inhibitor What they do Block CD4 receptors on the surface of certain immune cells that HIV needs to enter the cells. Drugs in this class Ibalizumab-uiyk Fusion Inhibitor What they do Block HIV from entering the CD4 cells of the immune system. Drugs in this class Enfuvirtide CCR5 Antagonists What they do Block CCR5 coreceptors on the surface of certain immune cells that HIV needs to enter the cells. Drugs in this class Maraviroc Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors NRTIs What they do Block reverse transcriptase, an enzyme HIV needs to make copies of itself. Drugs in this class Abacavir, emtricitabine, lamivudine, tenofovir disoproxil fumarate, zidovudine Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors NNRTIs What they do Bind to and later alter reverse transcriptase, an enzyme HIV needs to make copies of itself. Drugs in this class Doravirine, efavirenz, etravirine, nevirapine, rilpivirine Protease Inhibitors PIs What they do Block HIV protease, an enzyme HIV needs to make copies of itself. Drugs in this class Atazanavir, darunavir, fosamprenavir, ritonavir, saquinavir, tipranavir Integrase Strand Transfer Inhibitor INSTIs What they do Block HIV integrase, an enzyme HIV needs to make copies of itself. Drugs in this class Cabotegravir, dolutegravir, raltegravir Pharmacokinetic Enhancers "boosters" What they do Used in HIV treatment to increase the effectiveness of an HIV medicine included in an HIV regimen. Drugs in this class Cobicistat Why Isn't There One Antiretroviral Drug That Can Do It All? Because of the high genetic variability in HIV, combination antiretroviral therapy is needed to block different stages of the life cycle and ensure durable suppression. To date, no single antiretroviral drug is able to do this. Challenges and Goals Lentiviruses replicate aggressively—with a doubling time of days during acute infection—but that process of replication is prone to error. This translates to a high rate of mutation, during which multiple HIV variants can develop in a person within a single day. Many of these variants are nonviable and unable to survive. Others are viable and pose challenges to treatment and the development of vaccines. Drug Resistance One significant challenge to effectively treating HIV is the virus's ability to mutate and reproduce while a person is taking antiretroviral medications. This is called HIV drug resistance HIVDR, and it can compromise the effectiveness of the current therapeutic options and goal of reducing HIV incidence, mortality, and morbidity. Wild-Type HIV HIV drug resistance can develop as the result of something known as "wild-type" HIV, which is the predominant variant within the untreated viral pool, thanks to the fact that it can survive when other variants can't. The viral population can only start to shift once a person starts taking antiretroviral drugs. Because untreated HIV replicates so quickly, and frequently includes mutations, it's possible that a mutation can form that is able to infect host cells and survive—even if the person is taking antiretroviral drugs. It's also possible that the drug-resistant mutation becomes the dominant variant and proliferates. Additionally, resistance can develop as a result of poor treatment adherence, leading to multiple drug resistance and treatment failure. Sometimes, when people are newly infected with HIV, they inherit a resistant strain of the virus from the person who infected them—something called transmitted resistance. It's even possible for someone newly infected to inherit deep, multidrug resistance to several classes of HIV medications. Newer HIV Treatments Offer More Protection Against Mutations Where some older HIV drugs like Viramune nevirapine and Sustiva efavirenz can develop HIV resistance with but a single mutation, newer drugs require numerous mutations before failure occurs. Vaccine Development One of the most significant obstacles to creating a widely effective HIV vaccine is the genetic diversity and variability of the virus itself. Instead of being able to focus on a single strain of HIV, researchers have to account for the fact that it replicates so quickly. And while the replication process is fast, it's not the most accurate—producing many mutated copies each time, which then combine to form new strains as the virus is transmitted between different people. For example, in HIV-1 a single strain of HIV, there are 13 distinct subtypes and sub-subtypes that are linked geographically, with 15% to 20% variation within subtypes and variation of up to 35% between subtypes. Not only is this a challenge in creating a vaccine, but also because some of the mutated strains are resistant to ART, meaning that some people have more aggressive mutations of the virus. Another challenge in developing a vaccine is something called latent reservoirs, which are established during the earliest stage of HIV infection, and can effectively “hide” the virus from immune detection, as well as the effects of ART. This means that if the treatment is ever stopped, a latently infected cell can be reactivated, causing the cell to begin to produce HIV again. While ART can suppress HIV levels, it can't eliminate latent HIV reservoirs—meaning that ART cannot cure HIV infection. Challenges of Latent HIV Reservoirs Until scientists are able to “clear” latent HIV reservoirs, it is unlikely that any vaccine or therapeutic approach will fully eradicate the virus. There is also the challenge of the immune exhaustion that comes with a long-term HIV infection. This is the gradual loss of the immune system’s ability to recognize the virus and launch an appropriate response. Any type of HIV vaccine, AIDS cure, or other treatment must be created taking immune exhaustion into consideration, finding ways to address and offset the decreasing capabilities of a person's immune system over time. Advances in HIV Vaccine Research However, there have been some advances in vaccine research, including an experimental strategy called “kick-and-kill.” It is hoped that the combination of a latency-reversing agent with a vaccine or other sterilizing agents can succeed with a curative, experimental strategy known as “kick-and-kill” “shock-and-kill”. Essentially, it is a two-step process First, drugs called latency-reversing agents are used to reactivate latent HIV hiding in immune cells the "kick" or "shock" part.Then, once the immune cells are reactivated, the body's immune system—or anti-HIV drugs—can target and kill the reactivated cells. Unfortunately, latency-reversing agents alone are not capable of reducing the size of the viral reservoirs. Additionally, some of the most promising vaccine models to-date involve broadly-neutralizing antibodies bNAbs—a rare type of antibody that is able to target the majority of HIV variants. BNAbs were first discovered in several HIV elite controllers—people who appear to have the ability to suppress viral replication without ART and show no evidence of disease progression. Some of these specialized antibodies, like VRC01, are able to neutralize more than 95% of HIV variants. Currently, vaccine researchers are attempting to stimulate the production of bNAbs. A 2019 study involving monkeys shows promise. After receiving a single shot of an HIV vaccine, six out of the 12 monkeys in the trial developed antibodies that significantly delayed infection, and—in two cases—even prevented it. This approach is still in the early stages of human trials, though in March 2020, it was announced that for the first time, scientists were able to devise a vaccine that induced human cells into generating bNAbs. This is a notable development, following years of past studies, which, up until this point, have been stymied by the lack of a robust or specific bNAb response. HIV Vectors in Gene Therapy Inactivated HIV is now being explored as a potential delivery system to treat other diseases—including LeukemiaSevere combined immunodeficiency SCIDMetachromatic leukodystrophy By turning HIV into a noninfective “vector,” scientists believe they can use the virus to deliver genetic coding to the cells that HIV preferentially infect. A Word From Verywell By better understanding the way that retroviruses work, scientists have been able to develop new drugs. But even though there are now treatment options that didn't previously exist, a person's best chance of living a long, healthy life with HIV comes down to being diagnosed as early as possible, via regular testing. An early diagnosis means earlier access to treatment—not to mention the reduction of HIV-associated illness and increases in life expectancy.
Penyebabdan Faktor Risiko HIV dan AIDS. Penyakit HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus atau HIV, sesuai dengan nama penyakitnya. Bila tidak diobati, HIV dapat makin memburuk dan berkembang menjadi AIDS. Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seks vaginal atau anal, penggunaan jarum suntik, dan transfusi darah.
Gejala HIV dibagi berdasarkan tahap perkembangan penyakitnya, yaitu Tahap 1 Infeksi HIV Akut Tahap pertama HIV adalah tahap infeksi akut, yang terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV atau selepas seseorang melewati masa inkubasi virus. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk melawan virus HIV. Gejala pada tahap ini muncul 2–4 minggu setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV, karena gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Pada tahap ini, jumlah virus di dalam aliran darah cukup tinggi sehingga penularan infeksi lebih mudah terjadi. Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat dan dapat berlangsung hingga beberapa hari hingga beberapa minggu. Gejalanya meliputi Demam hingga menggigil Muncul ruam di kulit Muntah Nyeri pada sendi dan otot Pembengkakan kelenjar getah bening Sakit kepala Sakit perut Sakit tenggorokan dan sariawan Tahap 2 Infeksi HIV Kronis Masa Laten Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten bisa berlangsung sampai beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV tetap aktif merusak daya tahan tubuh, tetapi berkembang biak dalam jumlah yang lebih sedikit. Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita bahkan tidak merasakan gejala apa pun pada tahap ini. Namun, sebagian lainnya mengalami sejumlah gejala berikut Berat badan menurun Berkeringat di malam hari Batuk Diare Mual dan muntah Herpes zoster Pembengkakan kelenjar getah bening Sakit kepala Kelelahan Tahap 3 AIDS Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani akan membuat HIV makin berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak parah sehingga penderita akan lebih mudah terserang infeksi lain. Gejala AIDS meliputi Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya Berkeringat di malam hari Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus Bintik ungu di kulit yang tidak bisa hilang Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari Diare kronis Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina Pembengkakan kelenjar getah bening, di ketiak, leher, dan selangkangan Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi, lupa ingatan, dan kebingungan Mudah memar atau berdarah Tubuh terasa mudah lelah Mudah marah dan depresi Ruam atau bintik di kulit Sesak napas Kapan Harus ke Dokter Pada beberapa kasus, gejala HIV di awal infeksi tidak menimbulkan gejala apa pun. Kebanyakan penderita baru menyadari bahwa mereka terinfeksi HIV setelah virus ini berkembang ke stadium lanjut menjadi AIDS. Jika Anda merasa terpapar HIV akibat melakukan tindakan yang berisiko seperti hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, segera lakukan pemeriksaan ke dokter guna mendeteksi kemungkinan HIV lebih dini. Deteksi dini dan pemeriksaan HIV secara rutin juga perlu dilakukan pada orang-orang yang memiliki risiko tertular HIV, seperti pekerja seks komersial, orang yang pernah berhubungan seks dengan pengguna narkoba suntik, serta pembuat tindik atau tato. Pada penderita HIV, disarankan untuk segera konsultasi ke dokter bila mengalami kondisi berikut Berat badan turun drastis Sariawan yang tidak kunjung sembuh Ruam kulit yang tidak kunjung hilang Pembengkakan kelenjar leher atau selangkangan Terdapat selaput putih dalam mulut PesakitHIV mudah untuk mendapat jangkitan kuman disebabkan sistem ketahanan badan lemah. Sekiranya tidak mendapatkan rawatan, gejala AIDS akan muncul dalam 8-15 tahun. Gejala-gejala tersebut adalah seperti berikut: ruam. jangkitan sistem pernafasan. jangkitan paru-paru yang teruk dan batuk kering. cirit-birit yang kronik. “AIDS masih menjadi salah satu masalah kesehatan serius dengan risiko kematian yang tinggi. Sangat penting untuk mengetahui apa saja faktor utama penularan HIV sehingga dapat menekan angka kematian akibat penyakit ini.”Halodoc, Jakarta - Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia WHO, ada sebanyak 38,4 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus HIV pada 2021. Setidaknya, sebanyak 650 ribu orang telah kehilangan nyawa karena penularan HIV yang belum ada obatnya hingga saat ini. HIV adalah virus yang merusak sistem imun dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4 jenis sel darah putih. Semakin banyak sel CD4 hancur, kekebalan tubuh akan semakin lemah. Alhasil, seseorang akan lebih rentan terserang berbagai perlu kamu perhatikan bahwa HIV berbeda dengan AIDS. HIV adalah virusnya. Sementara itu, infeksi virus HIV yang tak segera mendapatkan penanganan dapat berkembang menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome AIDS, suatu penyakit yang serius dan membahayakan kata, AIDS merupakan stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pasalnya, pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan berbagai infeksi dan penyakit sudah hilang Utama Penularan HIV yang Perlu DiwaspadaiSampai saat ini, hubungan seksual masih menjadi cara penularan HIV yang paling sering terjadi. Bahkan, pada beberapa kasus, virus penyebab penyakit AIDS ini menular melalui seks secara oral jika ada luka pada mulut pengidapnya. Selain itu, penularan juga bisa terjadi karena cairan dari vagina maupun penis. Namun, virus HIV tidak hanya menular dari kontak seksual. Masih ada lagi beberapa cara penularan HIV lainnya yang perlu kamu waspadai, antara lainTransfusi darahTidak hanya cairan vagina dan air mani, virus HIV juga bisa menular melalui darah dengan cara transfusi. Inilah mengapa, petugas medis selalu melakukan pemeriksaan HIV secara ketat kepada setiap orang yang hendak mendonorkan darahnya. Tes ini fungsinya untuk memastikan bahwa pendonor dalam kondisi sehat dan tidak memiliki masalah kesehatan yang menular. Ini termasuk AIDS, hepatitis B, dan dan ASIIbu hamil atau menyusui yang mengidap HIV perlu ekstra waspada. Sebab, wanita hamil dapat menularkan virus HIV ke janin melalui plasenta. Tak hanya itu, penularan HIV juga bisa terjadi dari ASI pada ibu yang sedang menyusui. Inilah sebabnya, sebaiknya wanita yang hendak mendapatkan kehamilan melakukan pemeriksaan HIV terlebih dahulu. Lalu, bagaimana apabila wanita pengidap AIDS ingin merencanakan kehamilan? Kamu bisa membaca artikel Merencanakan Kehamilan Sehat untuk Pengidap HIV dan AIDS untuk informasi lengkapnya. Jarum suntikPenggunaan jarum suntik secara bergantian dengan pengidap HIV menjadi cara penularan HIV yang terbilang umum selain kontak seksual. Contohnya, pemakaian jarum suntik pada orang-orang yang menyalahgunakan hanya itu, seseorang yang menyuntikan obat, steroid, atau hormon juga dapat terinfeksi virus HIV bila menggunakan jarum suntik secara bergantian. Ini karena ada darah yang masih menempel pada jarum suntik dari pengguna sebelumnya yang terinfeksi pembuat tatoMeski menyenangkan untuk sebagian orang, ternyata seni tato juga menyimpan bahaya tersendiri. Sebab, penularan HIV juga bisa terjadi melalui jarum yang terdapat pada alat pembuat jika kamu ingin membuat tato, maka sebaiknya pilih dengan cermat tempat pembuatan tato yang berkualitas. Selain itu, pastikan pula pegiat tato menggunakan alat yang steril. Bukan tanpa alasan, alat tato yang pemakaiannya secara bergantian bisa saja menjadi media penyebaran virus organMeski bertujuan untuk menyelamatkan nyawa seseorang, transplantasi organ tubuh amat riskan dengan penularan HIV. Sebab, penerima donor yang mendapatkan organ dari pendonor yang sudah terinfeksi virus HIV, bisa terinfeksi virus tersebut melalui pertukaran cairan pada organ pada fasilitas atau layanan kesehatanPetugas kesehatan juga memiliki risiko terinfeksi virus HIV. Ini karena mereka amat sering berurusan dengan darah pasien atau jarum suntik yang bisa menjadi media penularan. Namun, risikonya amat kecil karena tentunya para tenaga medis selalu menggunakan alat pelindung diri, seperti sarung tangan dan tadi beberapa faktor utama penularan HIV yang perlu kamu waspadai. Namun, kamu tidak perlu cemas karena virus tidak bisa menular melalui kontak fisik sehari-hari, misalnya berjabat tangan, berpelukan, berciuman, maupun berbagi barang pribadi. Selain itu, virus juga tidak menular dari urine, air liur, dan darah. Jangan lupa juga untuk konsumsi vitamin dan suplemen untuk menjaga daya tahan tubuh, terutama bagi kamu yang sering beraktivitas berat. Temukan produk terbaiknya hanya di Toko Kesehatan Halodoc.✔️ReferensiWHO. Diakses pada 2023. HIV data and Clinic. Diakses pada 2020. Diseases and Conditions. HIV/ Institutes of Health - MedlinePlus. Diakses pada 2020. HIV/ Diakses pada 2020. HIV/AIDS - Key pada 13 April 2023.
HIVpenyebab AIDS termasuk retrovirus sebab virus tersebut . melemahkan sistem kekebalan tubuh penderita. menyerang sel darah putih limfosit manusia. mensintesis DNA dengan enzim transkriptase balik. memiliki asam nukleat yang terbungkus kapsid. replikasi diri hanya terjadi melalui siklus litik. CY.
Sebanyak 4% kasus di antaranya di alami oleh anak-anak. Di tahun yang sama, sekitar orang meninggal akibat penyakit yang muncul sebagai komplikasi AIDS. Dari total populasi itu, 19% orang sebelumnya tidak menyadari dirinya terinfeksi. Tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS Infeksi penyakit ini pada umumnya tidak menampakkan wujud yang jelas di awal masa infeksi. Kebanyakan ODHA tidak menunjukkan tanda atau gejala HIV/AIDS yang khas dalam beberapa tahun pertama saat terinfeksi. Jika mengalami gejala, kemungkinan gangguan yang dirasakan tidak begitu berat. Gejala yang muncul kerap disalahpahami sebagai penyakit lain yang lebih umum. Namun, Anda patut waspada jika mengalami gejala-gejala yang berkaitan dengan melemahnya kondisi sistem imun tubuh. Gejala awal penyakit HIV umumnya mirip dengan infeksi virus lainnya, yaitu Demam HIV. Sakit kepala. Kelelahan. Nyeri otot. Kehilangan berat badan secara perlahan. Pembengkakan kelenjar getah bening di tenggorokan, ketiak, atau pangkal paha. Infeksi virus HIV umumnya memakan waktu sekitar 2-15 tahun hingga menimbulkan gejala. Infeksi virus ini memang tidak akan langsung merusak organ tubuh Anda. Virus tersebut perlahan menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkannya secara bertahap sampai kemudian tubuh Anda menjadi rentan diserang penyakit, terutama infeksi. Jika infeksi virus HIV dibiarkan berkembang, kondisi ini bisa berubah semakin parah menjadi AIDS. Berikut ini adalah berbagai gejala penyakit AIDS yang dapat muncul Sariawan yang ditandai dengan adanya lapisan keputihan dan tebal pada lidah atau mulut. Infeksi jamur vagina yang parah atau berulang. Penyakit radang panggul kronis. Infeksi parah dan sering mengalami kelelahan ekstrem yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya mungkin muncul bersamaan dengan sakit kepala dan atau pusing. Turunnya berat badan lebih dari 5 kg yang bukan disebabkan karena olahraga atau diet. Lebih mudah mengalami memar. Diare yang lebih sering. Sering demam dan berkeringat di malam hari. Pembengkakan atau mengerasnya kelenjar getah bening yang terletak di tenggorokan, ketiak, atau pangkal paha. Batuk kering yang terus menerus. Sering mengalami sesak napas. Perdarahan pada kulit, mulut, hidung, anus, atau vagina tanpa penyebab yang pasti. Ruam kulit yang sering atau tidak biasa. Mati rasa parah atau nyeri pada tangan atau kaki. Hilangnya kendali otot dan refleks, kelumpuhan, atau hilangnya kekuatan otot. Kebingungan, perubahan kepribadian, atau penurunan kemampuan mental. Ada juga kemungkinan bahwa Anda akan mengalami berbagai gejala di luar yang telah disebutkan. Kapan saya harus periksa ke dokter? Jika Anda menunjukkan gejala seperti yang telah disebutkan di atas atau termasuk orang yang berisiko terinfeksi, segera periksakan diri ke dokter. Kondisi tubuh masing-­masing orang berbeda. Setiap orang mungkin menunjukkan tanda-tanda yang berbeda. Anda mungkin juga sudah terinfeksi tetapi masih terlihat sehat, bugar, dan bisa berkegiatan normal selayaknya orang sehat lainnya. Meski begitu, Anda masih dapat menularkan virus HIV ke orang lain. Anda tidak dapat mengetahui secara pasti apakah benar terjangkit penyakit HIV/AIDS sampai melakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh. Penyebab HIV/AIDS HIV adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus. Adapun AIDS adalah kondisi yang terdiri dari kumpulan gejala terkait melemahnya sistem imun. ADIS terjadi ketika infeksi HIV sudah berkembang parah dan tidak ditangani dengan baik. Menurut Center for Disease Control and Prevention CDC, penularan virus HIV dari orang yang terinfeksi hanya bisa diperantarai oleh cairan tubuh seperti Darah Air mani Cairan pra-ejakulasi Cairan rektal anus Cairan vagina ASI yang berkontak langsung dengan luka terbuka di selaput lendir, jaringan lunak, atau luka terbuka di kulit luar tubuh orang sehat. 1. Hubungan seksual Jalur penularan virus umumnya terjadi dari hubungan seks tanpa kondom penetrasi vaginal, seks oral, dan anal. Ingat, penularan hanya bisa terjadi dengan syarat, Anda sebagai orang yang sehat memiliki luka terbuka atau lecet di organ seksual, mulut, atau kulit. Biasanya, perempuan remaja cenderung lebih berisiko terinfeksi HIV karena selaput vagina tipis sehingga rentan lecet dan terluka dibandingkan wanita dewasa. Penularan lewat seks anal juga termasuk lebih rentan karena jaringan anus tidak memiliki lapisan pelindung layaknya vagina sehingga lebih mudah sobek akibat gesekan. 2. Penggunaan jarum suntik yang tidak steril Selain dari paparan antar cairan dengan luka lewat aktivitas seks, penularan HIV juga dapat terjadi jika cairan terinfeksi tersebut disuntikkan langsung ke pembuluh darah, misalnya dari Pemakaian jarum suntik secara bergantian dengan orang yang terkontaminasi dengan human immunodeficiency virus. Menggunakan peralatan tato termasuk tinta dan tindik body piercing yang tidak disterilkan dan pernah dipakai oleh orang dengan kondisi ini. Memiliki penyakit menular seksual PMS lainnya seperti klamidia atau gonore. Virus HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan tubuh lemah. Ibu hamil pengidap HIV/AIDS dapat menularkan virus aktif kepada bayinya sebelum atau selama kelahiran dan saat menyusui. Namun, jangan salah sangka. Anda TIDAK dapat tertular virus HIV melalui kontak sehari-hari seperti Bersentuhan Berjabat tangan Bergandengan Berpelukan Cipika-cipiki Batuk dan bersin Mendonorkan darah ke orang yang terinfeksi lewat jalur yang aman Menggunakan kolam renang atau dudukan toilet yang sama Berbagi sprei Berbagi peralatan makan atau makanan yang sama Dari hewan, nyamuk, atau serangga lainnya Faktor risiko HIV/AIDS Setiap orang, terlepas dari usia, jenis kelamin, dan orientasi seksualnya bisa terinfeksi HIV. Namun, beberapa orang lebih berisiko untuk terjangkit penyakit ini apabila memiliki faktor seperti Melakukan hubungan intim yang berisiko menyebabkan paparan penyakit menular seksual, seperti seks tanpa kondom atau seks anal. Memiliki lebih dari satu atau berganti-ganti pasangan seksual. Menggunakan obat-obatan terlarang melalui jarum suntik yang digunakan secara bergantian dengan orang lain. Melakukan prosedur STI yakni pemeriksaan pada organ intim. Komplikasi HIV/AIDS Komplikasi dari infeksi virus human immunodeficiency virus adalah penyakit AIDS. Artinya, AIDS menjadi kondisi lanjut dari infeksi HIV. Infeksi virus ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga bisa menyebabkan berbagai infeksi lainnya. Jika Anda juga memiliki AIDS, Anda mungkin memiliki beberapa komplikasi kondisi yang cukup parah, seperti 1. Kanker Orang yang mengalami AIDS juga bisa terkena penyakit kanker dengan mudah. Jenis kanker yang biasanya muncul yaitu kanker paru-paru, ginjal, limfoma, dan sarkoma Kaposi. 2. Tuberkulosis TBC Tuberkulosis TBC merupakan infeksi paling umum yang muncul saat seseorang mengidap HIV. Pasalnya, orang dengan HIV/AIDS tubuhnya sangat rentan terkena virus. Oleh sebab itu, tuberkulosis menjadi penyebab utama kematian di antara orang dengan HIV/AIDS. 3. Sitomegalovirus Sitomegalovirus adalah virus herpes yang biasanya ditularkan dalam bentuk cairan tubuh seperti air liur, darah, urin, air mani, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat akan membuat virus tidak aktif. Namun, jika sistem kekebalan tubuh melemah karena Anda mengidap penyakit HIV dan AIDS, virus dapat dengan mudah menjadi aktif. Sitomegalovirus dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru, atau organ lain. 4. Candidiasis Candidiasis adalah infeksi yang juga sering terjadi akibat HIV/AIDS. Kondisi ini menyebabkan peradangan dan menyebabkan lapisan putih dan tebal pada selaput lendir mulut, lidah, kerongkongan, atau vagina. 5. Kriptokokus meningitis Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang meninges. Meningitis kriptokokal adalah infeksi sistem saraf umum pusat yang bisa didapat oleh orang dengan penyakit HIV/AIDS. Kriptokokus yang disebabkan oleh jamur di dalam tanah. 6. Toksoplasmosis Infeksi yang mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii, parasit yang menyebar terutama melalui kucing. Kucing yang terinfeksi biasanya memiliki parasit di dalam tinjanya. Tanpa disadari, parasit ini kemudian dapat menyebar ke hewan lain dan manusia. Jika orang dengan HIV/AIDS mengalami toksoplasmosis dan tidak segera ditangani, kondisi ini bisa menyebabkan infeksi otak serius seperti ensefalitis. 7. Cryptosporidiosis Infeksi ini terjadi disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Biasanya, seseorang bisa terkena parasit ini cryptosporidiosis ketika Anda menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Nantinya, parasit akan tumbuh di usus Anda dan saluran empedu, menyebabkan diare parah kronis pada orang dengan AIDS. Selain infeksi, Anda juga berisiko mengalami masalah neurologis dan masalah ginjal jika memiliki penyakit AIDS. Diagnosis HIV/AIDS Mendiagnosis penyakit ini biasanya akan dilakukan dengan tes darah. Ini adalah cara yang paling memungkinkan untuk dokter memeriksa sekaligus menentukan apakah Anda terinfeksi HIV atau tidak. Keakuratan tes tergantung pada waktu paparan terakhir HIV, misalnya kapan terakhir kali berhubungan seks tanpa kondom atau berbagi jarum suntik dengan orang yang terinfeksi. Jika Anda pernah melakukan berbagai tindakan berisiko, Anda bisa saja terinfeksi. Meski begitu, butuh waktu sekitar 3 bulan setelah paparan pertama untuk antibodi human immunodeficiency virus bisa terdeteksi dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, lebih baik melakukan tes HIV untuk mengetahui kondisi kesehatan Anda secara pasti. Jika hasil tes Anda positif reaktif, tandanya Anda memiliki antibodi HIV dan memiliki infeksi penyakit tersebut. Meski positif HIV, namun belum berarti Anda juga memiliki AIDS. Tidak ada yang tahu pasti kapan seseorang terinfeksi virus HIV akan mengalami AIDS. Jika hasil tes HIV negatif, artinya di dalam tubuh Anda tidak memiliki antibodi human immunodeficiency virus. Pengobatan HIV/AIDS Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan pada dokter Anda. Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menghilangkan sepenuhnya infeksi virus HIV dari dalam tubuh. Namun, gejala penyakit bisa dikendalikan dan sistem imun bisa ditingkatkan dengan pemberian terapi antiretoviral ARV. Terapi ARV tidak dapat membasmi virus seluruhnya, tetapi bisa membantu orang dengan HIV hidup lebih lama dan lebih sehat. Setiap pengidap HIV bisa hidup sehat dan menjalani aktivitas secara normal selama menjalani pengobatan antiretroviral. Selain itu, mengikuti pengobatan juga membantu mengurangi risiko penularan terutama pada orang-orang terdekat. Terapi ARV terdiri dari penggunaan sekumpulan obat antiviral yang dapat mengurangi jumlah virus HIV di dalam tubuh dengan menghambat virus memperbanyak diri. Berkurangnya virus memberi kesempatan bagi sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus yang menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Dengan begitu, jumlah virus di dalam tubuh dapat terkendali dan infeksinya tidak menimbulkan gejala. Di samping itu, jumlah virus yang rendah membuat kemungkinan risiko penularan ke orang lain pun semakin berkurang. Anda biasanya diminta untuk menjalani pengobatan ARV sesegera mungkin setelah terinfeksi HIV, terlebih jika sedang dalam kondisi berikut Hamil Memiliki infeksi oportunistik infeksi penyakit lain bersamaan dengan HIV Memiliki gejala yang parah Jumlah sel CD4 di bawah 350 Memiliki penyakit ginjal akibat HIV Sedang dirawat karena hepatitis B atau C Dalam terapi ART, ada banyak obat untuk HIV yang biasanya dikombinasikan sesuai dengan kegunaannya. Beberapa jenis obat antiretroviral adalah Lopinavir Ritonavir Zidovudine Lamivudine Pemilihan jenis pengobatan akan berbeda untuk setiap orang karena perlu disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Dokterlah yang akan menentukan rejimen yang tepat untuk Anda. Pengobatan di rumah Selain terapi antiretroviral, berikut gaya hidup sehat yang perlu dilakukan ODHA untuk menjaga kesehatan ODHA harus makan makanan dengan gizi seimbang dan memperbanyak sayur, buah, biji-bijian, dan protein tanpa lemak. Cukup istirahat. Rutin berolahraga. Menghindari obat-obatan terlarang termasuk alkohol. Berhenti merokok. Melakukan berbagai cara untuk mengelola stres seperti meditasi atau yoga. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setiap habis memegang hewan peliharaan. Menghindari daging mentah, telur mentah, susu yang tidak dipasteurisasi, dan makanan laut mentah. Melakukan vaksin yang tepat untuk mencegah infeksi seperti radang paru dan flu. Pencegahan HIV/AIDS Jika Anda atau pasangan positif terinfeksi HIV/AIDS, Anda dapat menularkan virus ke orang lain, meski tubuh tidak menunjukkan gejala apapun. Untuk itu, lindungi orang-orang di sekitar Anda dengan mencegah penyebaran HIV/AIDS seperti Selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks vagina, oral, atau anal. Tidak berbagi jarum atau peralatan obat lainnya. Jika Anda hamil dan terinfeksi HIV, berkonsultasilah dengan dokter yang memiliki pengalaman tentang pengobatan penyakit HIV. Tanpa pengobatan, sekitar 25 dari 100 bayi yang lahir dari ibu juga bisa terinfeksi. Jika memiliki pertanyaan, silakan berkonsultasi dengan dokter demi lebih memahami solusi terbaik untuk Anda. DXkFC0E.
  • p0e3z9q178.pages.dev/291
  • p0e3z9q178.pages.dev/270
  • p0e3z9q178.pages.dev/138
  • p0e3z9q178.pages.dev/103
  • p0e3z9q178.pages.dev/163
  • p0e3z9q178.pages.dev/231
  • p0e3z9q178.pages.dev/308
  • p0e3z9q178.pages.dev/268
  • p0e3z9q178.pages.dev/125
  • hiv penyebab aids termasuk retrovirus sebab virus tersebut